for Rana's network |
Saya mulai menikmati acara mengantri tiket itu lagi. Di awali dari
anak tangga ke lima dari lantai atas ( luar pintu ) gedung bioskop,
saya berdiri berhimpitan di kelilingi laki-laki yang rata-rata tinggi
dan berbadan besar. Kali itu saya hanya seorang diri. Hari minggu,
saat hampir semua teman yang mendengar kata 'saya masuk kerja', pasti
bertanya 'kok masuk', hari itu saya memilih mengambil lembur dan masuk
setengah hari dan kemudian datang ke gedung bioskop, masih dengan
seragam kerja, berdiri dengan manis dan berhati senang di antara
deretan orang-orang asing.
Panjang memang antriannya. Tapi tidak sepanjang apa yang saya alami seminggu yang lalu. So,there is no reason untuk cepat menyerah. Namun, kembali lagi pada pilihan masing-masing. Mungkin karena memang teramat panjang,mungkin karena tujuan berbeda, mungkin karena waktu begitu berharga, belum ada dua menit, sepasang kekasih yang berdiri dua baris di depan saya, memilih membalikkan badannya dan mundur dari antrian hingga tempat itu wajib diisi bagi mereka yang sungguh sudah mau meluangkan waktunya 'hanya' untuk mengantri, contohnya saya. Hehe..
Dalam antrian tiket itu sendiri, saya menemukan seorang teman ngobrol. Laki-laki. Umurnya mungkin sekitar 35 - 40, berpakaian casual, dan berdiri tepat di belakang saya. Dia cerita kalau sebelumnya, katanya, dia sudah antri tiket seperti hari itu, sebanyak tiga kali. Di E-Plaza, ngantri lagi ke Citra 21, dan balik lagi ke E-Plaza. Saya sedikit 'waow' dengan apa yang dia lakukan. Tapi saya tidak bertanya lebih jauh saat dia tidak mau mengakui film apa yang hendak ditonton, hanya bilang anak-anak, sementara layar di depan menerangkan kalau film yang akan diputar masih ada dua film anak-anak dan satu remaja.
Hm. Not my business anyway..
Sekitar tujuh sampai sepuluh menit, kami kemudian tenggelam dalam dunia masing-masing. Posisi saya sudah hampir masuk ke palang antri menuju loket yang hanya seperti meja resepsionis hingga suara agak stereo milik seorang perempuan di belakang saya yang sedang sibuk bergosip membuat saya sadar kalau laki-laki di belakang saya tadi ternyata lenyap sejenak untuk antri membeli cemilan buat nanti nonton. Hehe.
Dan kemudian masalah lain datang, sewaktu teman baru saya itu, dan juga saya, dan pasti yang lainnya juga, melihat orang-orang yang, menurut kami tidak ada pada barisan antri yang seharusnya, dengan seenaknya membuat antrian baru dan memesan tiket tanpa usaha seperti kami. Mungkin karena pengalaman yang dilalui teman baru saya ini yang sebelumnya dengan penuh perjuangan mendapatkan sebuah tiket untuk menonton juga dengan mengantri, merasa menjadi orang yang paling tidak terima di dalam barisan itu. Dia mulai gelisah dan menyindir-nyindir orang di barisan baru paling kanan kalau "mau dapat ( tiket ) harus antri dulu".
Kira-kira satu jam sebelum saya ikut masuk dalam barisan mengantri, saya juga sempat bertanya pada seorang satpam perempuan yang menjaga pintu sayap kanan tentang barisan antrian untuk mendapatkan tiket. Dan satpam itu mengatakan kalau antriannya mengikuti jalur yang sudah ada, dan saya melihat disitu ada dua baris.
Terasa tidak adil kalau kemudian dibandingkan dengan orang yang baru saja datang, bisa langsung mendapatkan apa yang dia inginkan tanpa harus menunggu lama. Mulanya saya sabar. Tapi saat teman baru saya itu terus saja menggerutu dan mengatakan kalau itu curang, saya mulai ikutan resah. Ditambah, satpam perempuan tadi bilang ke barisan antrian kalau tiket 'Transformers', film yang seminggu sebelumnya gagal saya tonton, yang jam tiga empat lima tinggal satu baris, dan yang jam enam tiga puluh tinggal dua baris, hohoho.
Keadaan mulai panas. Apalagi, disayap kanan, lagi-lagi, antrian terasa datang dan pergi dengan gampangnya. Teman baru saya mulai muak sampai suaranya sengaja dikeraskan,
" WHOOOY ! Antri dooong ! Curang ituuuuuuh sebelah kanaaaaan..!"
Tinggal dua meter lagi langkah saya. Namun antrian terasa tidak bergerak. Saya penasaran hingga berjinjit untuk melihat apa yang terjadi. Teman baru saya, yang lagi-lagi, penasaran, ikutan juga berjinjit melihat ke depan. Ada dua orang yang masih stuck di loket itu dari tadi. Mungkin karena bingung memilih tempat duduk menonton (karena seat yang diinginkan sudah terisi), atau malah bingung dengan pilihan film yang akan ditontonnya. Dan kalian tahu,seperti mendengar suara hati saya, teman baru saya itu lagi-lagi bersuara, "Ayo, maju ! Maju ! Lama banget siiiiiih...'"
Keadaan semakin bertambah panas sewaktu, entah dari siapa mulanya, namun satpam perempuan tadi, yang mungkin ditanyai oleh orang-orang di belakang yang ingin melihat 'Transformers' juga, mengatakan kalau tiket 'Transformers' yang jam tiga empat puluh lima dan yang jam enam tiga puluh, sudah habis. Tinggal jam sembilan lima belas ke atas *jam pemutaran untuk film 'Transformers' memang paling banyak, lebih dari enam sesi kalau tidak salah*.
Saya sedikit tertegun saat itu. Mungkin saja saya salah dengar. Tapi saat satpam itu menyatakan hal yang sama untuk pertanyaan orang, hati saya menjadi kecut. Apalagi, laki-laki yang mungkin seumuran saya, yang antri di sebelah kanan agak di depan saya, melaporkan juga pada kami, pada saya dan laki-laki di sebelah kanan saya, kalau tiketnya yang jam enam tiga puluh memang sudah habis, dan dia kemudian memilih membalikkan badannya dan pergi dari antrian.
Hati saya menjadi semakin sedih.
Like I said before. Waktu yang saya punya sangat berharga. Bahkan untuk menghibur diri sendiri dan berbagi dengan teman dekat. Kalau hari itu, dan pada jam itu, satu-satunya waktu yang fleksible dan diperbolehkan kami untuk menonton, tidak saya dapatkan, saya akan kehilangan tiga hal berharga. Saya tidak ingin itu terjadi, tapi..Ah..what a day...
Satu hari sebelumnya, my best friend, Aini, dengan masih memakai pakaian habis kondangan (hehehe, dia beneran cerita begitu), sudah mencoba untuk mengantrikan tiket untuk kami berdua. Bisa. Tapi harus menonton di jam sepuluh pagi atau sebelas malam. Very immposible for me on that day. Jadi, hari minggu siang itu, saya berangkat untuk mengantrikan tiket itu untuk kami dan saya berharap masih akan ada kami di antara puluhan orang yang menonton di jam enam tiga puluh..
Laki-laki di samping kanan saya, yang juga berumur antara 35 - 40 tahun namun tetap terkesan sabar dan santun, menelepon pada orang yang lebih tua darinya dalam bahasa jawa halus, kalau tiketnya yang jam enam tiga puluh sudah habis terjual. Mungkin bapak itu mengantrikan tiket untuk anak atau keponakannya, atau sekalian keluarga besarnya yang ingin menikmati liburan dengan menonton. Jadi sewaktu dia mengajukan jam di atas itu pada kerabatnya, atau mungkin ayahnya, dan berkata seolah tidak mungkin untuk menontonnya, dia akhirnya membalikkan badan dan keluar dari antrian.
Saya lalu mengisi kekosongan antrian itu hingga teman baru saya yang sering gelisah tadi berada di samping kiri saya. Dia semakin ribut saja, dan terang-terangan protes dan marah saat seorang wanita yang tanpa mengantri, langsung berada di meja loket di samping kiri kami, untuk mendapatkan karcis 'king'.
Kalau mo nonton King itu paling kanan antrinya, cecar teman baru saya itu. Namun Mbak-Mbak yang melayani antrian orang yang dari tadi bisa datang dan pergi secepat itu, mengatakan kalau dua loket itu sama saja. Bisa ngantri untuk film apa saja. Maka, semakin naik pitamlah teman baru saya itu hingga Mbak yang melayani orang yang tanpa mengantri lama, ikutan di 'semprot'.
Saat itu terjadi, saya hanya bisa mengamati ekspresi wajah Mbaknya yang kemudian bilang,"Bapak ikut saja antrian sebelah situ, sementara saya melayani antrian sebelah sini."Bijak ? Tidak juga. Seharusnya kalau dari awal diperbolehkan mengantri tiga baris, tidak akan ada keributan seperti itu. Tidak akan ada yang merasa telah 'dilancangi'.
Gema orang-orang yang bilang kalau jam enam tiga puluh sudah habis semakin kencang. Dan saya kemudian melihat diri saya sendiri, Should I give up, again ? Setelah apa yang terjadi tadi ? Setelah tinggal satu langkah lagi ?
Seharusnya iya. Tapi saya harus bertanya sendiri kepada Mbak yang ada di loket pada barisan antri saya hingga saya nanti bisa memutuskan untuk benar-benar berhenti berharap dan menyampaikan pada teman baik saya kalau tiket, sekali lagi, gagal di dapat.
Teman baru saya yang sudah sering ribut dari tadi, karena mungkin saking tidak sabarnya, kemudian langsung maju, 'menyalip' saya dan segera membooking tempat untuk film 'Transformers' jam sepuluh lebih sepuluh untuk dua orang. *Pada akhirnya saya tahu apa yang sebenarnya akan dia tonton..*
Saya tidak merasa kesal sedikitpun padanya. Urusan saya hanya untuk menanyakan satu pertanyaan itu pada Mbak pelayan tiket. Hingga kemudian, saat tiba giliran saya dan saya bertanya dengan pertanyaan penuh arti, "Mbak, Transformer jam enam tiga puluh masih ada ?"
Mbak yang di loket itu menjawab cepat dan yakin sambil mengamati komputer di depannya, "Masih, Mbak .."dan memperlihatkan dua baris seat terdepan di layar monitor yang dari tadi ternyata masih kosong. Saya kemudian booking untuk dua orang dan segera akan dicetak tiketnya.
Seorang wanita yang tidak pada barisan, yang mungkin berniat menghancurkan kebahagiaan saya saat itu, berkomentar, " Buat hari lain kali...."
Dan sayapun bertanya lagi ke Mbaknya, " Jam enam tiga puluhnya tadi untuk hari ini kan, Mbak,"
" Iya, Mbak..Untuk hari ini.."
Mungkin hal ini juga berlaku untuk masalah apapun dalam kehidupan kita. Jangan percaya apapun yang orang katakan, sebelum kita mengetahui sendiri jawaban itu. Banyak hal dan pelajaran yang bisa saya rangkum hari itu. Dari seorang satpam perempuan yang menyampaikan kabar 'burung' yang entah apa maksudnya, peserta antri yang berguguran, Mbak loket yang melayani kami semua, sampai pada seorang teman baru saya yang pada akhirnya terdiam saat dia 'terlambat tahu' bahwa jam enam tiga puluh masih ada, dan masih banyak tempat.
Setelah itu, saya segera mengirimkan kabar gembira pada sahabat saya, Aini, sementara dua tiket nonton itu sudah ada di tangan saya.
***
Malam tiba. Film Transformers 2 dimulai,dan baru pembukaan Aini berkomentar,
" Na..ini kan film buat anak-anak", dengan nada kurang tertarik.
" Tapi yang buat kan orang tua, Ni'.."
" Hehehe..bener juga.."
Keadaan sunyi sejenak sampai Optimus Prime berubah bentuk jadi robot. Aini kemudian berkomentar, " Wuih..hehe..keren ik..."
Saya pun sumbangkan tawa kemenangan saya dengan, "Ha ha ha."
Apa gua bilang..hihihi.
Meski transformers pertama lebih keren secara keseluruhan, sekuel ini, tetap so awesome for sound dan visual effectnya..
So, thanks for Michael Bay.. for cheering me..:-)
Panjang memang antriannya. Tapi tidak sepanjang apa yang saya alami seminggu yang lalu. So,there is no reason untuk cepat menyerah. Namun, kembali lagi pada pilihan masing-masing. Mungkin karena memang teramat panjang,mungkin karena tujuan berbeda, mungkin karena waktu begitu berharga, belum ada dua menit, sepasang kekasih yang berdiri dua baris di depan saya, memilih membalikkan badannya dan mundur dari antrian hingga tempat itu wajib diisi bagi mereka yang sungguh sudah mau meluangkan waktunya 'hanya' untuk mengantri, contohnya saya. Hehe..
Dalam antrian tiket itu sendiri, saya menemukan seorang teman ngobrol. Laki-laki. Umurnya mungkin sekitar 35 - 40, berpakaian casual, dan berdiri tepat di belakang saya. Dia cerita kalau sebelumnya, katanya, dia sudah antri tiket seperti hari itu, sebanyak tiga kali. Di E-Plaza, ngantri lagi ke Citra 21, dan balik lagi ke E-Plaza. Saya sedikit 'waow' dengan apa yang dia lakukan. Tapi saya tidak bertanya lebih jauh saat dia tidak mau mengakui film apa yang hendak ditonton, hanya bilang anak-anak, sementara layar di depan menerangkan kalau film yang akan diputar masih ada dua film anak-anak dan satu remaja.
Hm. Not my business anyway..
Sekitar tujuh sampai sepuluh menit, kami kemudian tenggelam dalam dunia masing-masing. Posisi saya sudah hampir masuk ke palang antri menuju loket yang hanya seperti meja resepsionis hingga suara agak stereo milik seorang perempuan di belakang saya yang sedang sibuk bergosip membuat saya sadar kalau laki-laki di belakang saya tadi ternyata lenyap sejenak untuk antri membeli cemilan buat nanti nonton. Hehe.
Dan kemudian masalah lain datang, sewaktu teman baru saya itu, dan juga saya, dan pasti yang lainnya juga, melihat orang-orang yang, menurut kami tidak ada pada barisan antri yang seharusnya, dengan seenaknya membuat antrian baru dan memesan tiket tanpa usaha seperti kami. Mungkin karena pengalaman yang dilalui teman baru saya ini yang sebelumnya dengan penuh perjuangan mendapatkan sebuah tiket untuk menonton juga dengan mengantri, merasa menjadi orang yang paling tidak terima di dalam barisan itu. Dia mulai gelisah dan menyindir-nyindir orang di barisan baru paling kanan kalau "mau dapat ( tiket ) harus antri dulu".
Kira-kira satu jam sebelum saya ikut masuk dalam barisan mengantri, saya juga sempat bertanya pada seorang satpam perempuan yang menjaga pintu sayap kanan tentang barisan antrian untuk mendapatkan tiket. Dan satpam itu mengatakan kalau antriannya mengikuti jalur yang sudah ada, dan saya melihat disitu ada dua baris.
Terasa tidak adil kalau kemudian dibandingkan dengan orang yang baru saja datang, bisa langsung mendapatkan apa yang dia inginkan tanpa harus menunggu lama. Mulanya saya sabar. Tapi saat teman baru saya itu terus saja menggerutu dan mengatakan kalau itu curang, saya mulai ikutan resah. Ditambah, satpam perempuan tadi bilang ke barisan antrian kalau tiket 'Transformers', film yang seminggu sebelumnya gagal saya tonton, yang jam tiga empat lima tinggal satu baris, dan yang jam enam tiga puluh tinggal dua baris, hohoho.
Keadaan mulai panas. Apalagi, disayap kanan, lagi-lagi, antrian terasa datang dan pergi dengan gampangnya. Teman baru saya mulai muak sampai suaranya sengaja dikeraskan,
" WHOOOY ! Antri dooong ! Curang ituuuuuuh sebelah kanaaaaan..!"
Tinggal dua meter lagi langkah saya. Namun antrian terasa tidak bergerak. Saya penasaran hingga berjinjit untuk melihat apa yang terjadi. Teman baru saya, yang lagi-lagi, penasaran, ikutan juga berjinjit melihat ke depan. Ada dua orang yang masih stuck di loket itu dari tadi. Mungkin karena bingung memilih tempat duduk menonton (karena seat yang diinginkan sudah terisi), atau malah bingung dengan pilihan film yang akan ditontonnya. Dan kalian tahu,seperti mendengar suara hati saya, teman baru saya itu lagi-lagi bersuara, "Ayo, maju ! Maju ! Lama banget siiiiiih...'"
Keadaan semakin bertambah panas sewaktu, entah dari siapa mulanya, namun satpam perempuan tadi, yang mungkin ditanyai oleh orang-orang di belakang yang ingin melihat 'Transformers' juga, mengatakan kalau tiket 'Transformers' yang jam tiga empat puluh lima dan yang jam enam tiga puluh, sudah habis. Tinggal jam sembilan lima belas ke atas *jam pemutaran untuk film 'Transformers' memang paling banyak, lebih dari enam sesi kalau tidak salah*.
Saya sedikit tertegun saat itu. Mungkin saja saya salah dengar. Tapi saat satpam itu menyatakan hal yang sama untuk pertanyaan orang, hati saya menjadi kecut. Apalagi, laki-laki yang mungkin seumuran saya, yang antri di sebelah kanan agak di depan saya, melaporkan juga pada kami, pada saya dan laki-laki di sebelah kanan saya, kalau tiketnya yang jam enam tiga puluh memang sudah habis, dan dia kemudian memilih membalikkan badannya dan pergi dari antrian.
Hati saya menjadi semakin sedih.
Like I said before. Waktu yang saya punya sangat berharga. Bahkan untuk menghibur diri sendiri dan berbagi dengan teman dekat. Kalau hari itu, dan pada jam itu, satu-satunya waktu yang fleksible dan diperbolehkan kami untuk menonton, tidak saya dapatkan, saya akan kehilangan tiga hal berharga. Saya tidak ingin itu terjadi, tapi..Ah..what a day...
Satu hari sebelumnya, my best friend, Aini, dengan masih memakai pakaian habis kondangan (hehehe, dia beneran cerita begitu), sudah mencoba untuk mengantrikan tiket untuk kami berdua. Bisa. Tapi harus menonton di jam sepuluh pagi atau sebelas malam. Very immposible for me on that day. Jadi, hari minggu siang itu, saya berangkat untuk mengantrikan tiket itu untuk kami dan saya berharap masih akan ada kami di antara puluhan orang yang menonton di jam enam tiga puluh..
Laki-laki di samping kanan saya, yang juga berumur antara 35 - 40 tahun namun tetap terkesan sabar dan santun, menelepon pada orang yang lebih tua darinya dalam bahasa jawa halus, kalau tiketnya yang jam enam tiga puluh sudah habis terjual. Mungkin bapak itu mengantrikan tiket untuk anak atau keponakannya, atau sekalian keluarga besarnya yang ingin menikmati liburan dengan menonton. Jadi sewaktu dia mengajukan jam di atas itu pada kerabatnya, atau mungkin ayahnya, dan berkata seolah tidak mungkin untuk menontonnya, dia akhirnya membalikkan badan dan keluar dari antrian.
Saya lalu mengisi kekosongan antrian itu hingga teman baru saya yang sering gelisah tadi berada di samping kiri saya. Dia semakin ribut saja, dan terang-terangan protes dan marah saat seorang wanita yang tanpa mengantri, langsung berada di meja loket di samping kiri kami, untuk mendapatkan karcis 'king'.
Kalau mo nonton King itu paling kanan antrinya, cecar teman baru saya itu. Namun Mbak-Mbak yang melayani antrian orang yang dari tadi bisa datang dan pergi secepat itu, mengatakan kalau dua loket itu sama saja. Bisa ngantri untuk film apa saja. Maka, semakin naik pitamlah teman baru saya itu hingga Mbak yang melayani orang yang tanpa mengantri lama, ikutan di 'semprot'.
Saat itu terjadi, saya hanya bisa mengamati ekspresi wajah Mbaknya yang kemudian bilang,"Bapak ikut saja antrian sebelah situ, sementara saya melayani antrian sebelah sini."Bijak ? Tidak juga. Seharusnya kalau dari awal diperbolehkan mengantri tiga baris, tidak akan ada keributan seperti itu. Tidak akan ada yang merasa telah 'dilancangi'.
Gema orang-orang yang bilang kalau jam enam tiga puluh sudah habis semakin kencang. Dan saya kemudian melihat diri saya sendiri, Should I give up, again ? Setelah apa yang terjadi tadi ? Setelah tinggal satu langkah lagi ?
Seharusnya iya. Tapi saya harus bertanya sendiri kepada Mbak yang ada di loket pada barisan antri saya hingga saya nanti bisa memutuskan untuk benar-benar berhenti berharap dan menyampaikan pada teman baik saya kalau tiket, sekali lagi, gagal di dapat.
Teman baru saya yang sudah sering ribut dari tadi, karena mungkin saking tidak sabarnya, kemudian langsung maju, 'menyalip' saya dan segera membooking tempat untuk film 'Transformers' jam sepuluh lebih sepuluh untuk dua orang. *Pada akhirnya saya tahu apa yang sebenarnya akan dia tonton..*
Saya tidak merasa kesal sedikitpun padanya. Urusan saya hanya untuk menanyakan satu pertanyaan itu pada Mbak pelayan tiket. Hingga kemudian, saat tiba giliran saya dan saya bertanya dengan pertanyaan penuh arti, "Mbak, Transformer jam enam tiga puluh masih ada ?"
Mbak yang di loket itu menjawab cepat dan yakin sambil mengamati komputer di depannya, "Masih, Mbak .."dan memperlihatkan dua baris seat terdepan di layar monitor yang dari tadi ternyata masih kosong. Saya kemudian booking untuk dua orang dan segera akan dicetak tiketnya.
Seorang wanita yang tidak pada barisan, yang mungkin berniat menghancurkan kebahagiaan saya saat itu, berkomentar, " Buat hari lain kali...."
Dan sayapun bertanya lagi ke Mbaknya, " Jam enam tiga puluhnya tadi untuk hari ini kan, Mbak,"
" Iya, Mbak..Untuk hari ini.."
Mungkin hal ini juga berlaku untuk masalah apapun dalam kehidupan kita. Jangan percaya apapun yang orang katakan, sebelum kita mengetahui sendiri jawaban itu. Banyak hal dan pelajaran yang bisa saya rangkum hari itu. Dari seorang satpam perempuan yang menyampaikan kabar 'burung' yang entah apa maksudnya, peserta antri yang berguguran, Mbak loket yang melayani kami semua, sampai pada seorang teman baru saya yang pada akhirnya terdiam saat dia 'terlambat tahu' bahwa jam enam tiga puluh masih ada, dan masih banyak tempat.
Setelah itu, saya segera mengirimkan kabar gembira pada sahabat saya, Aini, sementara dua tiket nonton itu sudah ada di tangan saya.
***
Malam tiba. Film Transformers 2 dimulai,dan baru pembukaan Aini berkomentar,
" Na..ini kan film buat anak-anak", dengan nada kurang tertarik.
" Tapi yang buat kan orang tua, Ni'.."
" Hehehe..bener juga.."
Keadaan sunyi sejenak sampai Optimus Prime berubah bentuk jadi robot. Aini kemudian berkomentar, " Wuih..hehe..keren ik..."
Saya pun sumbangkan tawa kemenangan saya dengan, "Ha ha ha."
Apa gua bilang..hihihi.
Meski transformers pertama lebih keren secara keseluruhan, sekuel ini, tetap so awesome for sound dan visual effectnya..
So, thanks for Michael Bay.. for cheering me..:-)
reply edit delete
ariefkurni wrote on Jul 11, '09
hebat deh perjuanganmu na...mungkin kalo aku udah ku gampar yang ga antri itu....sama satpam2nya skalian .......hehehehehehehehe
|
ninelights wrote on Jul 11, '09
ariefkurni said
![]() ![]()
hahahahahaha..
sabar, Baaaaang..badai pasti berlaluuuuu..hihihi Thank you yah, for reading this story..^^ |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar