
Bisa dibayangkan kalau misalnya sakit cantengan di jempol ini berubah jadi gagal ginjal dengan komentar yang sama. Kemungkinan bisa hidup lebih lama lagi, sepertinya tipis sekali..
Serem ya ? Hahaha.
Nggak.Nggak. Ya. Saya ngerti maksudnya Ibu. Operasi, biar bagaimanapun itu tetap menyakitkan. Apalagi saya bawa dua pentolan jempol yang Masya Allah mengenaskan rupanya. Nah, untuk itu, sayapun kemudian memilih untuk berkonsultasi dengan teman-teman yang pernah mengalami cantengan tingkat akut. Atau temannya teman yang dengar kalao temannya itu pernah kena cantengan. Atau teman saya yang punya adek tapi tetap dia yang cerita kalo adeknya habis operasi cantengan terus disampaikan ke saya. Buat jaga-jaga mental. Buat persiapan seandainya kenyataan itu ternyata benar menghampiri kehidupan saya. Dan jawaban mereka,
" Sakitnya, Na, amit-amit!"
" Dijamin nggak bisa tidur!"
" Njerit-njerit nggak nahan!"
" Patirasanya yang bikin mata jadi mendelik !" Dari hasil deskripsi saya sendiri, Patirasa itu adalah gabungan dari kata mati dan rasa. Jadi semacam obat biuslah
" Kalo obat biusnya udah ilang,kamu bisa nangis berjam-jam,Na! "
" Gak bisa mandi!"
" Ditarik pake tang !" Mikirnya saya waktu itu tang yang dimaksud adalah alat bengkel yang sudah disterilkan.
" Darah nggak berhenti ngucur !"
" Bakal nggak bisa jalan, susah mandi, susah tidur, susah makan, susah ngecengin cowok gara-gara ada pentol korek diperban dibagian bawah ! Wah, susahlah, Na !"
..Nggak ada yang baik semua.
* * *
Hari yang dinantikan tiba. Saya minta tolong teman bahasa saya, Nungki namanya, untuk mengantarkan saya, dan menyetiri saya kalo nanti operasi di kedua kuku jempol kaki saya sudah selesai dilaksanakan. Minimal sampai rumahnya dia. Biar saya bisa istirahat bentar sebelum akhirnya cabut sendiri ke rumah.
Sempet ada usulan, saya curiganya sih itu pasti Ibu, "Gimana kalo nanti di rumah sakitnya dianterin Bapak aja?" Saya diem. Wajah saya mengisyaratkan kata 'Ogah' yang ekstrem. "Ato Mas, deh, Mas. Gimana ?"
" Gak usah. Nanti ada Nungki yang nganterin. Dijamin beres deh !" Menurut perasaan saya. Tapi, hehe, baca terus aja deh . Hawanya pasti pengen nyeret dia rame-rame ke Kali Banjirkanal..
Walhasil, berangkatlah kami berdua pake motor saya. Em. Motor kakak saya sebenernya. Honda Grand Astra.
Dan Rumah Sakit Telogorejo bagian Unit Gawat Darurat adalah tujuan kami berlabuh. Setelah sampai, lumayan sepi pasiennya. Tapi saya tetep harus antri. Ketika kemudian saya dipanggil dan disuruh duduk dulu diatas kasur rumah sakit selama lima belas menit, kedua jempol kaki sudah kayak bunyi tombol emergency senut-senut yang harus segera ditangani.
Then, seorang dokter mudapun muncul. Biasa aja. Nggak nganteng. Tapi kulitnya putih. Berkaca mata dengan bingkai emas dan tersenyum manis pada saya. Sayapun membalas senyuman yang lebih manis padanya. Tapi rasa simpati saya ke dokter muda ini jadi buyar tiba-tiba.. Setelah sekian menit menunggu antrian, lalu masuk ke UGD dan menunggu lagi, dokter mudanya cuma bilang, "Oh, ini nggak apa-apa kok. Dikasih salep juga sembuh," lalu pergi ngeloyor dan duduk di meja dokter untuk memberikan resep. Serius, dia bilang dan berkelakuan begitu.
Sumpe lu ? Nggak papa ? Setelah derita yang saya alami selama ini ? Wah, Dokter ini perlu ganti kaca mata keliatannya..
Tapi, tenang. Dengan jiwa optimis dan pantang menyerah, sayapun mencoba mempengaruhi pendirian sang dokter dengan bertanya, " Kuku saya-beneran-Dok-nggak perlu-di operasi? "
Dokter muda itu lalu melihat saya. " Bener. Ini itu cuma....................................................................................................................................................," entahlah apa kata dia selanjutnya. Tapi saya tetap berusaha mempengaruhi dia.
" Yakin ?", saya memperlihatkan kaki kanan saya ke samping meja lalu menunjuk kuku jempol mengenaskan itu, " Ini sakit banget lho, Dok."
Seorang dokter perempuan muda lainnya duduk di sebelah dokter muda tadi. Tampaknya dia lebih senior dan berpengalaman. Cantik pula. Dan karena mungkin dokter muda itu merasa ilmunya masih cekak dan ngawur memprediksi penyakit orang ( Apa mungkin ini yang mbuat orang yang diperiksa di UGD rata-rata jadi semakin parah dan awut-awutan gara-gara dokternya kurang teliti ? Wah, bisa-bisa gejala tumor cuma dianggep andeng-andeng doang yang lagi sering plesir dan mengembang biak.), akhirnya keteguhannya runtuh dan memilih bertanya, " Itu tidak perlu di operasi kan , Dok?"
Dokter perempuan yang cantik itu lalu melihat kuku jempol saya yang masih saya pertahankan untuk bisa dilihat oleh mata yang benar. Dengan sedikit menurunkan kacamatanya, Dokter itu segera mengucap mantap meski santun, " Sepertinya iya."
" Oh, ya, Dok?", kerasa masih magang aja nih keliatannya. Jangan-jangan saya juga pasiennya yang pertama setelah dia lulus diangkat jadi dokter umum, " Kenapa bisa ?"
Dokter perempuan yang cantik itu menjawab bijak pertanya Dokter Muda berilmu ternyata cekak itu, "Ini itu darah yang menggumpal, " Nah!," Dan ini," Beliau menunjuk dengan bolpoin dengan jarak sekitar sepuluh centi dari TKP (Tempat Kena Penyiksaan), " Ini karena kukunya masuk ke dalam jadinya keluar nanah. Mbak salah motong kuku ya?" tanyanya padaku.
" Enggak, Dok. Itu gara-gara sepatu..,"
" Em. Ini pasti udah agak lama ya ? Kalau nggak cepat-cepat di operasi, jaringannya bisa rusak dan kukunya jadi nggak bagus."
Sayapun mengembangkan senyuman puas, " Jadi ?"Mereka berdua melihat saya. Keliatannya saya adalah pasien pertama yang sangat senang dengan kata-kata ajaib yang selama ini dihindari orang banyak, " Jadi di operasi kan ?"
Setelah menjawab "Ya," Salah satu Dokterpun tidak tahan untuk berkomentar. " Baru kali ini saya lihat ada pasien senang di operasi,"
Dan ternyata, saya memang pasien pertama yang girang banget dengan kata 'operasi'. Saya semangat empat lima untuk kembali ke tempat tidur pasien. Tiga suster membantu persiapan operasi. Namun mata saya agak melotot (antara bahagia karena akan di operasi dan angker dengan kenyataan yang terjadi) waktu yang menawarkan untuk mengoperasi saya adalah Dokter Muda berkacamata dengan ilmu masih cekak itu. Wah.
* * *
Seperti episode sebelumnya. Saya menyarankan, kalau ada diantara Anda yang sekarang sedang asik membaca tapi sambil maem yang enak-enak. Apalagi yang bentuknya cairan berupa sup atau bubur atau semacamnya. Lebih baik dihabiskan dulu. Atau kalau masih ingin membaca sambil maem, saya sarankan supaya baca yang laen aja selain ini. Kalo masih nekat juga, saya sarankan nggak usah baca aja sekalian. Supaya aman. Demi kebaikan bersama.
Ya. Ini bukan sekuel dari film 'Saw' yang sadis itu. Apalagi 'Hostel' yang nyata punya dan bikin hidup Anda jadi 'lebih berarti'. Di Kronik Filmedia ada tuh filmnya kalo mau nonton. Kalo mau ! Ini juga bukan film dokumenter sekelas 'Tragedi Sampit' yang membuat hidup Anda jadi jauuuh....'lebih berarti lagi'(Ya, saya akan ceritakan masalah 'tragedi sampit' ini dilaen halaman. Ini saya lakukan agar tidak jadi manusia yang paling menderita sendirian. Sumpah. Jihan teman saya memang kurang#$%^!).
Ini hanya sebuah cerita proses terjadinya operasi dua kuku jempol kaki punya Rana Wijaya Soemadi yang akan saya jelaskan secara detil yang bakal membuat Anda semuanya bisa makan dengan kenyang setelah tiga hari kemudian..Begitu. Huehuehue.
* * *
Bunyi kereta obat datang menghampiri. Isinya, jarum suntik, perban, tang, sumpah ada tang, tapi bukan tang bengkel. Ember kecil. Botol kecil kuning-kuning. Mungkin antiseptik. Ato obat apa nggak tau deh. Kapas. Handuk. Lemek.Yah, lemek. Taplak kecil kali ya. Yang anti tembus. Warnanya cokelat. Terus, gunting khusus. Bukan arit ato sambit. Ato gunting jahit punya Bu Leha di Pasadena yang sengaja disiapin buat motong kuku kaki saya secara awut-awutan. Bukan. Jadi? Ok.
Saya waktu itu sudah duduk di atas tempat tidur pasien dengan dua suster yang membantu menaruh taplak di bawah kedua kaki saya dan membersihkan dua jempol saya dengan alkohol. Rasanya, semriwing !
Setelah itu, ya, inilah sodara-sodara. yang ditunggu-tunggu, yang dinanti-nanti, dan pasti dicaci karena nggak bakal ada yang mampu segirang saya saat operasi berjalan seperti ini : Patirasa ! Whuoh !
" Ditahan sebentar ya, Mbak?," nasehat dokter muda itu, " Ini-agak-sakit."
Saya senyum-senyum aja. Dokternya jadi geli liat saya. Mungkin tadi dia menguji mental saya dengan melakukan test drive suntikan dengan air yang mengucur saat suntikan di tekan di udara. Tapi kemudian,
Asli. Sumpah. Memang sakit. Tambah. Banget. Saat jarum itu menyuntik bagian jempol saya yang sebelah kanan dari jempol kaki saya yang kanan.
Kalo mau diibaratin, rasanya itu kayak dimasukin jarum, tapi dalemnya diinjek-injek gajah dan kemasukan semut merah. Bayangin ajalah..
Tapi nggak tau kenapa, saya perempuan yang penuh ketegaran. Jelas saya bereaksi, seperti ngomong kenceng "AAAAAAA, BE, CE, DHE, EK, EF, GHE, HAAAA -A-A !", tapi setelah itu, ekspresi saya langsung kembali ke setting semula. Senyum.
Mungkin saja. Mungkin. Sehari sebelum saya memutuskan untuk operasi cantengan ini, saya tanpa sadar sudah menandatangani surat kontrak dengan alam bawah sadar bagian Senyum Itu Sehat.
Mungkin saja. Mungkin. Isi pasalnya, kalo dibius pake patirasa, meski rasanya kayak diinjek-injek binatang semirip gajah, kebo, sapi, tawon seER-TE, ato kingkong sekampung, usahakan untuk tetap berbesar hati dan, tetaplah tersenyum.
Mungkin saja. Mungkin. Pasal yang laen, kalo semisal nanti tiba saatnya digunting kuku kakinya, meski bersimbah darah, bercucuran air mata, dan punya keinginan kuat buat ngambil patirasa tadi dan ditancepin ke pantatnya Dokter, usahakan untuk tetap berbesar hati dan, tetaplah tersenyum.
Dan, mungkin saja. Sangat mungkin. Pasal laen berkata, kalo kuku sudah digunting dan tang sudah ada dihadapan, dan dengan slowmotion dicapit di kuku lalu ditarik dengan pelan-pelan. Meski rasanya kayak dikempit tangannya kepiting, terus dimain-mainin dikit, diajak jalan-jalan sore dulu. Dibeliin es krim rasa bethadine segaban. Dipaketin oseng-oseng tawon. Diiket di pohon yang banyak semut merahnya. Kemudian baru ditarik, tapi nariknya pake mobil. Dan mobilnya baru bisa jalan kalo mesinnya udah bisa dipanasin kira-kira setengah jam. Usahakan untuk tetap berbesar hati dan, tetaplah tersenyum, sebisanya.
Itu baru tuncepan pertama, dari kaki saya yang sebelah kanan. Jarum suntik itu lalu dimasukin lagi ke sebelah kiri. Masih kaki yang sama. Terus terang sakit. Tapi life goes on. Beberapa menit berlalu, si Dokterpun bertanya sambil agak ngetest-ngetest sedikit daerah kuku yang sudah tiada rupa dan nama itu, " Masih sakit ?"
Dengan posisi duduk, sayapun menjawab dengan riang, " Enggak."
Dokter itupun mengambil tang. Kulihat suster 1 mengoleskan bethadine ke sekitar kuku.
" Mbak, Mbak sebaiknya tiduran aja..," saran mereka.
" Ah, duduk lebih enak kok..," biar bisa ngeliat. Dan ekspresi membatin saya ini nadanya penuh kegirangan. Kayak mau ngeliat Tyo Nugros manggung pake sarung aja di Simpang Lima !
" Nanti pingsan lho..," kata Suster 2.
" Iya..Mbak tiduran aja..," saran Dokter Muda tadi sementara suster yang lain sibuk mencoba menidurkan saya. " Nanti bisa pingsan..Ini agak lama soalnya..,"
" Nggak papa kok, Dok..Nggak akan pingsan..," jelas saya, yakin.
Dokter Muda ragu-ragu, " Bener ?"
" Iya, Dok." Kata saya. Mantap. Lagi-lagi, disertai senyuman.
Wah..saya memang sudah gila..ato mungkin dua jempol saya yang akan dioperasi waktu itu cuma pasangan aja kali ya ? Yang asli saya tinggal dirumah, jadi kalo mau dibecek-becek kayak apa, GUE KAGAK BAKALAN KENAPE-NAPE. Hehehehe
Gunting khusus sudah mulai dimasukkan diujung. Satu sisi ada di bawah kuku. Tepatnya, ada di dalam kulit, dibawah kuku. Yang satunya sedang diatas dan lagi dada-dada sama saya. Letak motongnya nanti, menurut strategi dokter yang saya baca dimata pria berkaca mata dengan bingkai emas dan berilmu ternyata-masih-cekak itu, persis ditengah-tengah. Akan membelah sisi kiri dan kanan kuku, kayak mau bikin resleting baju kebaya. " Kerasa sakit ?",tegur dokter kemudian.
"Aduh, aku nggak tega ini..,"keluh Suster 2 sambil memalingkan muka dan menjauh dari tempat tidur. Nggak tega yang dimaksud dia sama dengan, 'Aduh, gue ngeri deh..Nih anak sudah gila kali ya..mau banget ngeliatin dokternya yang baru aja lulus dan diangkat jadi dokter umum yang sedang melakukan percobaan operasi kecil kecilan, yang kalo berhasil syukur, kalo gagal, bisa dicoba lagi ?'
Saya menggeleng dan menjawab pertanyaan Dokter Muda itu, " Enggak,Dok. Enggak kerasa."
Saya merasakan gunting itu masuk lebih dalam ke kuku saya. Dokter lalu bertanya lagi, " Kalo gini ?"
Sayapun juga menggeleng, " Enggak."
Setelah itu saya rasakan lagi benda tumpul itu memotong pelan-pelan kuku saya sampai ke ujung satunya. Darah mengucur. Suster 1 mengambil kapas dan tisu. Menaruh dibawah jemari-jemari kaki saya.
" Nggak tega aku..,"bisik Suster 2 pelan. Dia mendekati dan sedikit meremas tangan saya. " Mbak beneran nggak papa?"
" Enggak kok, Mbak. Enggak papa..," jawabku bijak sambil tersenyum. Tapi mata tetap dengan serius menyimak pelajaran tentang cara memotong kuku jempol yang salah di hadapan. Semua orang yang mengelilingi saya waktu itu juga jadi geli sendiri karena keheranan. Wah..tau gitu dulu Mbak daftar aja jadi bahan anatomi hidup buat praktek autopsi saya tanpa saya susah-susah nunggu ada orang yang mati dulu.
Anyway, Tangpun sudah berada di hadapan. Kemudian, saya melihat kuku bagian kiri dari saya melihat, tanpa persetujuan saya lagi, ditarik terlebih dahulu. Pelan-pelan. Meski tidak sakit sama sekali, tapi saya merasakan kalau kuku itu dicabut dengan hati-hati. Kayak nyobek kertas nota yang masih berstatus 'ini barang masih utang sama saya jadi tolong balikin segera'. Harus hati-hati. Jangan sampe sobek.
Setelah kuku yang tersisapun ditarik dari peredaran, jempol saya akhirnya dinyatakan sepi dari kuku. Bentuknya jadi keliatan gundul. Lucu. Lembek-lembek gimana gitu.
Darah kemudian segera dibersihkan. Tapi Dokter Muda dan saya jadi saling lempar senyum lagi. Menyadari. jempol kiri ternyata ikut juga mengantri.
* * *
Sudah menjadi rahasia umum, kalo saya rela bela-belain mampir dan jemput Nungki ke rumahnya, selain untuk nganterin saya, alasan keduanya, agar kalo operasi kuku jempol kedua kaki saya udah selesai dilaksanakan, maka dialah yang berkewajiban untuk menjadi sopir di depan dan mengantar saya, minimal, sampai ke rumahnya, dengan selamat. Pada awalnya, pikiran saya berkeyakinan kalo Nungki akan bersikap seperti itu juga. Kamipun berjalan menuju tempat parkir dengan mata-mata yang penasaran dengan Mbak-Mbak yang pake baju garis-garis mirip di penjara tapi bawa dua pentol korek besar berwarna putih di kedua kakinya.
Di perjalanan menuju tempat parkir, Nungki sempat nanya, " Gimana rasanya, Na?"
" Kemeng." Bukan Komeng! Kemeng itu seperti senut-senut campur, campur, kemeng !
" Oh."
But,akan tetapi. Sampe saya buka jok motor. Sampe saya pasang muka melas dan bercucuran aer keringet. Sampe saya udah beradengan nyata pincang dua-duanya. Sampe saya ngangkat helm dan masukin ke kepala, mulut si dia tetap nggak bergeming.
Mungkin, waktu itu dia lagi laper dan lagi mikirin mau minta ditraktir didaerah mana. Kan Nana baru aja dioperasi ? Tapi ?
Dia masih diam. Meski tangannya nggak bisa diem untuk nggak benerin jilbabnya yang ketiup angin semribit. Atao jari-jarinya memasukkan mani-mani rambutnya yang memang jelas-jelas nggak keliatan untuk masuk ke dalam jilbabnya. Atao dengan cekatan, tangannya akan membenarkan posisi bajunya yang agak naek, padahal enggak. Atao, tertawa kegelian sendiri karena saya liatin lalu ditutup bibirnya pake sapu tangan.
Akhirnya saya mengalah. Sayapun memilih bertanya duluan kepadanya, " Ki, minta tolong setirin ya? Sakit nih.."
Lagi-lagi dia ketawa. Kali ini sudah mirip kuntilanak nyari korban. Saya jadi mikir, wah..apanya yang lucu? Kalo saya itu manis emang dari dulu, tapi nggak gitu caranya. Masa diketawain ?
" Sori,Na," kata dia kemudian. Saya tahu, memang kalo udah 'sori' itu pasti akhirnya nggak ada yang enak." Aku nggak berani naek Hondamu,"
Alis jelas naik.Maksod loh ?? " Kenapa ?"
" Gasnya galak."
" Gasnya galak ?"
" Gasnya galak banget. Aku nggak berani."
" Oh."
" Nggak papa kan ?"
Mungkin saja. Mungkin. Saat itu saya mencoba untuk mengingat-ngingat surat kontrak alam bawah sadar saya dari Senyum Itu Sehat. Mencoba mencari pasal yang cocok untuk kasus seperti ini. Mencoba tetap tabah dan semangat, dan menebarkan senyum semanis mungkin tanpa harus memaki-maki dalam hati ' &^%$%$# ! (&^*$%^ ! #%^$! Kenapa nggak ngomong dari TADI !? Terus ngapain GUE susah-susah ngajak ELU tadi kalo nggak buat jadi sopir GUE pas pulangnya ?!? Dipikir mau diajak piknik bareng ke puncak Bogor sambil liat pameran jempol yang kukunya cuil dua-duanya ?!? Apa kagak cukup ngeliat kalo temen LU ini menderita kayak baru aja dipasangin saklar baru diujung kakinya gini !?! '
* * *
Saya tetap yang menyetir. Dengan jempol terbungkus kaen putih yang tebel. Dua-duanya. Pake Sepeda Motor Honda Grand Astra punya kakak.
Jalan Dr Cipto hampir kami lewati. Seingat saya, kami berhenti dulu di lampu merah. Sembari menunggu ijo, mata ini sempat melirik kondisi dua jempol yang memang terasa kemeng, meski tetap bisa saya tahan. Mungkin karena patirasanya banyak di dalam, jadi nggak gitu sakit. Itu yang sebelah kiri. Pas giliran mata saya melirik ke sebelah kanan, ke jempol kaki kanan yang sedang stand by di pijakan motor.
Namun dalam kondisi sedemikian gawat, bagi orang-orang yang baru aja dioperasi, muka saya tetep bisa saya datarkan. Nggak ngerti. Nggak tau. Baru sarapan cobek kali.
Nungki, teman perempuan saya yang tetap nggak bisa diam dari tadi itu, tiba-tiba saja, tanpa saya suruh, jadi merasa iba kepada saya. Katanya, " Na, biar saya aja yang nyetir deh..Kasian kamu..,"
Apakah wajah saya jadi kelihatan cerah saat itu ? Dia nawarin buat nyetirin motor buat saya? Hm. Saya diem sebentar. Lampu saya lihat masih merah.
Ya, saya masih mengingat-ngingat bagian-bagian dari pasal Senyum Itu Sehat tentang arti sebuah ketabahan untuk kasus seperti ini. Ibarat HABIS NABRAK,
DIA BARU DAPET HIDAYAH UNTUK NGANTERIN SI KORBAN KE RUMAH SAKIT BAGIAN GAWAT DARURAT SETELAH ORANG ITU MERANGKAK-RANGKAK SENDIRIAN TANPA BANTUAN DAN SANTUNAN SEBELUM AKHIRNYA TEWAS CUMA GARA-GARA USUSNYA UDAH JALAN-JALAN KEMANA-MANA
. Sadarkah dia berkata seperti itu disaat posisi udah di jalan Dokter Cipto, dan nggak ada
Wah.
Namun soal pengelakan saya tadi untuk nggak usah nyetir karena nanggung, ternyata membuahkan hasil untuk Nungki. Dia jadi bisa berkata, " Oh," setelah kemudian diam lagi, sambil nata-nata jilbabnya yang dianggapnya berantakan gara-gara angin yang bertiup cuma semribit. Atao memasukkan mani-mani rambutnya yang memang jelas-jelas nggak keliatan ke dalam jilbabnya. Atao membenarkan posisi bajunya yang agak naek, padahal enggak. Atao, tertawa kegelian sendiri karena saya nggak liatin dia dari tadi.
To Be Continue ~ kapan-kapan
February 10, 2007 in My True Story..Sumpah! | Permalink
PS 1 :
Teman..aku menemukan salah satu harta masa lalu yang berharga ini dari kumpulan blog lama di friendster yang sudah aku delete..ternyata aku bisa ngomong GUE dan ELU juga ya, meski kalo aku ngomong gitu kesannya tetep, kok nggak cocok di lidah ya..hehe..*dan ternyata, aku parah juga ya dulu..hehehe..*
Sekedar berbagi, khusus contact aja..malu..^^…Maaf kalo dulu bahasaku diatas itu kurang tertata..
Met ketawa ya, dan gondrong matanya karena ceritanya paaaaanjang..hehehe
PS 2 : Geelaaknya parahan mana sama Mas Peng..?:-D
Kotatua kedinginan
Pic from : simplesoes.com
ninelights wrote on May 2, '09
waduh...ini berarti masuk ke cerita seram yah, bukan lucu lagi ya..?..berarti parah bener ya masa lalu saya..hehe..
|
ninelights wrote on May 2, '09
kuku yang kanan yang masih bermasalah...kepanjangan dikit, sakit..
|
ninelights said
![]() ![]()
bok, baca deskripsi lu yang santai ngeliat kuku dicabut pake tang... *pingsan dipelukan Aa*
|
ninelights wrote on May 2, '09
Jangan ngilu lagi yah, Mas..kalo boleh jujur, aku udah empat kali operasi..cerita yang diatas,itu dua yang pertama..
|
ninelights said
![]() ![]()
hobi amat sih, Na?
kalo mau ikut asuransi, susah diterima deh.. hihihi |
ninelights wrote on May 2, '09
hehehehe..*sumpah
ketawa aku baca ini mas...hehehe..aku juga heran kenapa bisa punya
keberanian seperti itu..heran..sumpah heran..*
|
ninelights wrote on May 2, '09
yahhh,Kakang...mana
ada sih yang pengen atit terus..hm..mungkin operasi pencabutan yang
pertama kurang sempurna..msh ada kuku yang tertinggal..
|
ariefkurni wrote on May 2, '09
Ga baca mpe slesei,g kuat ngebayanginu sakitnya..hii
|
ninelights wrote on May 2, '09
alexast said
![]() ![]()
hehehehehehehe..SIYAAAAAAAP,BOZZZZ...GAK LAGI,LAGI.
|
ninelights wrote on May 2, '09
Ayo dong..masa kalah sama wanita..hehehehehehehe..*aku nulis ini sambil ngebayangin, betapa sangarnya diriku dulu*
|
ninelights wrote on May 2, '09
hehe..iya, Pak..dah pada curhat laki-laki yang tersebut dibawah ini..Mas Peng mo nyoba..??
|
ninelights wrote on May 2, '09
ninelights said
![]() Semarang, 9 Februari 2007 February 10, 2007 in My True Story..Sumpah! | Permalink ![]()
Btw...jangan
kuwatir teman-teman...cerita ini cuma masa lalu kok..tuh, di atas kan
dah tertulis..sekarang yang nulis udah baek kok kukunya, lentik,
ngegemesin, bikin kangen, meski kalo numbuh dikit agak
sakit..beneran..dah ah..jangan ngilu lagi..kalian kan cowok...jadi, aku
minta lindungilah kukuku ini dari gangguan orang jahat..ya..?kalian
semua baik deh...*wink wink*
|
ninelights wrote on May 12, '09
sudah di'sunat'juga kok..kan cerita diatas operasi two in one..hehehe..hayooo..ngilu juga ya gak baca mpe selese..?kekekekeke..
|
ninelights wrote on May 12, '09
allia2005 said
![]() ![]()
hehehe..Saya bingung Mbak..harus tersanjung atau malu..tapi, terima kasih ya, Mbak..^^
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar